Menurut arti katanya, probing adalah penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah mendorong atau menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan disini bertujuan untuk memperoleh sejumlah informasi yang telah ada pada diri siswa agar dapat digunakan untuk memahami pengetahuan atau konsep baru.

Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Suherman, 2008:6). Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip dan aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman dkk, 2001:160). Probing question ini dapat memotivasi siswa untuk memahami lebih mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya memberi serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan nada yang lembut. Ada canda, senyum dan tertawa sehingga menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu diingat bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah ciri siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna (Sudarti, 2008) menyimpulkan bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan keaktifan sehingga aktivitas komunikasi matematika cukup tinggi. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru. Hal yang sama diungkapkan oleh Suherman (2001) bahwa dengan menggunakan metode tanya jawab siswa menjadi lebih aktif daripada belajar mengajar dengan metode ekspositori.

Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001:55).


Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut:
  1. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
  2. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
  3. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
  4. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
  5. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
  6. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.
  7. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.

Pola umum dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik probing melalui tiga tahapan (Rosnawati, 2008:24), yaitu sebagai berikut:
  1. Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat yang sudah dimiliki siswa dengan menggunakan teknik probing. Hal ini berfungsi untuk introduksi, revisi dan motivasi. Apabila prasyarat telah dikuasi siswa maka langkah yang keenam dari tahapan teknik probing tidak perlu dilaksanakan. Untuk memotivasi siswa, pola probing cukup tiga langkah saja yaitu langkah 1, 2, dan 3.
  2. Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan materi dilakukan dengan menggunakan teknik probing.
  3. Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai melakukan kegiatan inti yang telah ditetapkan sebelumnya. Pola meliputi ketujuh langkah itu dan diterapkan terutama untuk ketercapaian indikator.

Daftar Pustaka

Rosnawati, H. (2008). Penggunaan Teknik Probing Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sudarti, T. (2008). Perbandingan Kemampuan Penalaran Adatif Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui Teknik Probing dengan Metode Ekspositori. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hand Out. Bandung:tidak diterbitkan.
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.