Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah
strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
yang selanjutnya disebut CTL. Strategi CTL fokus pada siswa sebagai
pembelajar yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang
peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan
akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang
kompleks.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu
menghubungkan antara materi yang mereka pelajari dengan pemanfaatannya
dalam kehidupan nyata. Pemahaman konsep akademik yang dimiliki siswa
hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan
praktis kehidupan siswa. Pembelajaran secara konvensional yang diterima
siswa hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian macam topik,
tetapi belum diikuti dengan pengertian dan pemahaman yang mendalam yang
bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam
kehidupannya.
A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Terkait dengan CTL ini, para ahli menyebutnya dengan istilah yang
berbeda-beda, seperti: pendekatan pembelajaran kontekstual, strategi
pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran kontekstual. Apapun
istilah yang digunakan para ahli tersebut, pada dasarnya kontekstual
berasal dari bahasa Inggris “contextual” yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan konteks. Oleh
sebab itu pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang
mana guru menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat atau
dilakukan dalam kehidupannya sebagai sumber belajar pendukung.
Pembelajaran dapat mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang
dipelajari, pengalaman yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme yaitu filosofi belajar
yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi
merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat
fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.
Pendekatan ini selaras dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi yang
diberlakukan saat ini dan secara operasional tertuang pada KTSP.
Kehadiran kurikulum berbasis kompetensi juga dilandasi oleh pemikiran
bahwa berbagai kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal
apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual.
B. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu
pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks
kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan
yang alamiah.
b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
d. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa
kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang
lain secara mendalam.
f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat
dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling
menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran
terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif.
1. Implementasi Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama. Kelas dikatakan
menerapkan CTL jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Secara garis besar langkah-langkah penerapatan CTL
dalam kelas sebagai berikut.
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4) Ciptakan masyaraka belajar (belajar dalam kelompok)
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Untuk lebih jelasnya uraian setiap komponen utama CTL dan
penerapannya dalam pembelajaran adalah sebagai berikut sebagai berikut:
a. Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Pembelajaran
konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif,
kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari
pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian
fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus
dkonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman
nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide
yang ada pada dirinya.
Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut.
1) Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
6) Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
7) Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru
dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur
pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya
pengalaman baru).
b. Bertanya (Questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam
pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa
untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi,
sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi
lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang
selalu bermula dari bertanya.
Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut.
1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab.
3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas.
4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
5) Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk:
menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon
siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang
diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki
guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan
menyegarkan pengetahuan siswa.
c. Menemukan (Inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali
dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan
bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.
Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak
dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri
dari fakta yang dihadapinya.
Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
8) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti
dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
9) Siklus inquiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
10) Langkah-langkah kegiatan inquiry: merumuskan masalah;
mengamati atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil
dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain;
mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca,
teman sekelas, guru, audiens yang lain).
d. Masyarakat belajar (learning community)
Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar
teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik
di dalam maupun di luar kelas. Karena itu pembelajaran yang dikemas
dalam diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang
bervariasi sangat mendukung komponen learning community.
Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai berikut.
1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
3) Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
4) Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang
terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
5) Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
e. Pemodelan (modelling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran
keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa
ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya
cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan
suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat
dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan
kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.
f. Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan
pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru
dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah,
dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi
dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika
diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru
diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan
kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan
baru.
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut.
1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan
yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman
sejawat, atau unjuk kerja.
g. Penilaian autentik (authentic assessment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran
perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar
bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian,
penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan
menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses
pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil
pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip dasar yang perlu menjadi
perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa.
2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
3) Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators)
yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa
menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan
bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
4) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar